“Si Putih” Tersembunyi di Jeneponto

Siapa bilang Jeeponto minim tempat wisata?


Jeneponto  punya banyak! Hanya saja kurangnya 'pengeksposan' menjadikan tempat-tempat wisata tersebut tidak diketahui oleh khalayak umum dan bahkan sebagian tempat wisata yang dulunya terkenal kini terlantar dan terlupakan begitu saja.
Ada banyak tempat wisata di kota Kuda ini sebut saja wisata air terjun seperti air terjun Bossolo’ dan Boro’ di Rumbia serta air terjun Je’ne A’riba di Bangkala, Bungung Salapang  di Tarowang yang identik dengan wisata budayanya, wisata pantai seperti Britaria Kassi dan Pantai Karsut, agrobisnis industri garam, pasir putih di Tamanroya, Hortikultura Mallasoro di Bontomarannu, cagar budaya makam raja-raja serta permandian air panas di Kapita.
Kembali lagi, berawal dari hobi yang baru-baru saja saya geluti, travelling. Bersama dengan kakak saya beserta teman kerjanya berinisiatif mengunjungi tempat indah bernama Wisata Pantai Katubere di desa Garassikang Kec. Bangkala.
Sekitar 25 km dari pusat kota Jeneponto, wisata Pantai Katubere ini dulunya sangat disukai oleh masyarakat sekitar namun karena fasilitas yang ada di tempat ini telah rusak dan akomodasi yang tidak memadai tempat ini ‘terlupakan’ begitu saja, padahal jika tempat ini dimaksimalkan pengelolaannya wisata ini akan menjadi salah satu tempat yang paling diminati. Tebing putihnya yang menjulang tinggi dan berbaris indah menjadi daya tarik tersendiri, di tambah dengan pemandangan pantai yang memukau.
Bermodalkan sahabat setia saya si biru (motor beat saya), kami memulai perjalanan. Awan gelap menyambut kami begitu memasuki kecamatan Tamalatea namun itu tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap melanjutkan perjalanan, namun saat memasuki kecamatan Bangkala hujan deras mulai turun, mau tak mau pun kami berteduh.
15 menit menunggu hujan mulai mereda kami pun melanjutkan perjalanan, hamparan ladang garam pun menyambut menyuguhkan keindahan tersendiri, deretan penjual garam pun tak luput melengkapi keindahan ladang garam. Si biru terus melaju dengan kecepatan rata-rata sengaja hanya untuk lebih menikmati keindahan alam sekitar yang terlihat lebih indah setelah hujan.
Masjid Bangkala pun terlihat membuat senyuman kami terbit. Jalan menuju tempat wisata tersebut terlihat kami pun memasuki dan menelusurinya, mencoba meraba jalanan yang kami tempuh benar atau tidak. Kakak saya pernah ke tempat ini namun ia tidak bisa begitu mengingatnya dengan jelas, ia mengunjungi tempat ini pertama kalinya enam bulan lalu. Jadi, dengan bermodalkan ingatan yang mengabur kami menyusuri jalan demi jalan.
Meskipun sempat kesasar satu kali, berputar-putar di jalan yang sama dua kali dan akhirnya bertanya sana sini ke penduduk sekitar akhirnya kami menemukan jalan yang sesungguhnya :D . Pemandangan empang dan hijaunya pematang sawah menyambut kami yang terbentang luas di sepanjang jalan.
Akhirnya belokan terakhir pun kami masuki dan kasihan untuk si biru harus ‘dipaksa’ mendaki jalanan yang terjal. Setelah berhasil ‘mendaki’ dengan pejuang tangguh si biru kami pun menyusuri jalan paving hingga ujung paving dan berlanjut pada jalanan berkerikil. Lagi, si biru berjuang menyusuri kerikil tersebut hingga kami berada di depan gerbang.
Hal pertama yang ada di benak saya adalah ‘kosong’. Kenapa saya mengatakan itu?
Bagaimana tidak tempat ini sudah tidak punya apa-apa lagi, hanya beberapa reruntuhan bangunan yang tersisa dan selebihnya tanah lapang. Saya pun terus melajukan si biru hingga ke bukit dengan jalan yang agak menurun, ini saya lakukan agar si biru aman karena tempat ini lebih bisa dikatakan alam liar dibandingkan tempat wisata.

Meskipun begitu pemandangan di sini juara. Kami pun menuruni bukit dengan berpegangan pada tanaman dan akar pohon, bekas hujan tadi membuat jalan lebih licin sehingga mau tak mau kami harus membuka alas kaki kami. Dengan semangat menggebu bertelanjang kaki akhirnya kami pun sampai dan langsung saja disambut oleh pasir putih dengan bebatuan putih dan deburan ombak.
Perjuangan menempuh tempat ini selama kurang lebih 1 jam terbayar sudah dengan suguhan indah panorama alam di hadapan kami. Jika saat pertama kali datang disambut dengan ‘kekosongan’ namun kali ini kami benar-benar takjub dengan keindahan alam Pantai Katubere ini. Subhanallah.. tak henti-hentinya kami memuji kekuasan Allah SWT.
Langsung saja kami take a picture, berteriak dan bermain dengan tebing putih. Kami menikmati tempat ini dengan segala kekurangannya, menikmati panorama indahnya, tebing serta pantainya.

Suasana disini sangat adem dan nyaman, seperti yang saya katakan di atas kurangnya 'pengeksposan' membuat tempat-tempat indah seperti ini kurang dilirik oleh para wisatawan atau pun traveler. Bisa dikatakan tempat ini telah lama diacuhkan oleh penduduk sekitar maupun wisatawan terlebih pemerintah namun hal yang ditawarkan tidak bisa dilewatkan begitu saja.
Tempat ini bisa anda jadikan salah satu destinasi liburan anda selanjutnya!
Ayo ke sini!


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik kata "Turatea"

Riuhnya Pasar Kuda Jeneponto